Saturday, October 22, 2016

Pertempuran Mohacs 1526 : Hancur Leburnya Pasukan Koalisi Eropa Hanya Dalam Waktu 4 Jam Saja


Video Pertempuran Mohacs 1526

Tanggal 21 Dzul Qa’dah 932H atau tepat pada 29 Agustus Tahun 1526 Masehi adalah tahun kelam bagi Kerajaan-Kerajaan besar Eropa. Betapa tidak, satu kali pukulan, kerajaan adidaya pada waktu itu Kesultanan Utsmaniah atau lebih dikenal Imperium Ottoman membabat habis gabungan pasukan yang terdiri dari Kerajaan Hongaria, Kroasia, Serbia, Romawi, Tahta suci Vatikan, Kerajaan Bohemia (Republik Ceko saat ini), Kerajaan Polandia, Italia, Spanyol, Swis, Luksemburg, hampir seluruh daratan Eropa kecuali Britania, Portugal, sebagian Prancis, dan Skadinavia yang tidak mau berurusan dengan Negara Turki Ottoman di medan Perang bernama Mohacs.

Dipicu karena dibunuhnya utusan Sultan Sulaiman Al Qonuni (Suleiman The Magnificient) oleh Raja Hungaria King Lajos II atas hasutan Vatikan. Sang raja membunuh utusan Sultan yang akan mengambil jizyah (pajak) dari raja Lajos II. Mengetahui utusannya dibunuh oleh sang raja. Kemarahan Sultan tak terbendung, segenap pasukannya dikumpulkan untuk memerangi bukan hanya kepada Kerajaan Hungaria tapi seluruh Eropa.

Sultan Sulaiman segera mengumumkan kampanye perang di negerinya, mengumpulkan 100.000 pasukan yang dilengkapi 350 meriam dan 800 kapal perang, tak ketinggalan Pasukan Elit Janissary di garis depan. Sementara itu Pasukan Eropa bersiap-siap, tak kurang dari 200.000 Kavaleri (pasukan berkuda) bersenjata lengkap dan berperisai baju besi.

Pasukan Ottoman menempuh 1000 km, sepanjang perjalanan banyak benteng dan kota- kota ditaklukkan, tujuannya untuk mengamankan rute mundur jika pasukannya mengalami kekalahan. Sampailah pasukan itu di lembah yang bernama Mohacs menunggu gelombang pasukan gabungan Eropa.

Dini hari Sultan Sulaiman mengimami shalat Shubuh setelah malamnya ia habiskan untuk berdo’a dan munajat. Beliau mengumpulkan para tentaranya dan memandanginya dengan bangga. Setelah mengucapkan salam, tidak terasa air mata mengalir di pipi sultan muda ini, seraya iya mengatakan:

(Saya saat ini seperti dalam posisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menyaksikan kalian semuanya). 

Ucapan Sultan Sulaiman membuat semua tentaranya pecah dalam tangisan, meraka saling memeluk satu dengan yang lainnya seraya saling berjanji bertemu kembali di dalam Surga. Kekuatan tawakal memenuhi dada seluruh mujahid Islam, tidak ada yang mereka inginkan kecuali hidup mulia atau mati syahid.


Menyadari jumlah pasukan Eropa jauh lebih banyak, masalah lain yang dihadapi Sultan Sulaiman adalah banyaknya Pasukan berkuda Romawi dan Hongaria yg tertutup penuh oleh baju besi yang sulit ditembus panah atau peluru, beliau pun menyusun taktik jitu yang kelak akan mengubah jalannya perang. Ia membagi pasukannya menjadi tiga barisan sepanjang 10 km. Pasukan Elit Janissary yang berada di garis depan Kemudian di barisan kedua Pasukan Kavaleri (berkuda) dengan senjata ringan dan pasukan Infanteri (pejalan kaki) diantara mereka adalah relawan. Adapun barisan ketiga adalah beliau dan Pasukan Arteleri (meriam). 



Perang pun berkobar, dentuman-dentuman meriam menggelegar di langit lembah Mohacs, ribuan panah meluncur dari busurnya, senapan-senapan silih berganti merontokkan kedua pasukan yang berhadap-hadapan, pekikan kuda membuat makin ngeri keadaan saat itu. Sesuai arahan Sultan Sulaiman, Pasukan Janissari yang ada di garis depan bertahan 1 jam saja, setelah itu harus mundur untuk membuka jalan pasukan kedua. 

Selama 1 jam pertempuran, pasukan Janissari mampu bertahan, bahkan mampu membunuh 20.000 pasukan Eropa. Pasukan Eropa lalu mengerahkan pasukan utama mereka, melihat pergerakan ini, pasukan Janissari pun mundur ke samping kanan dan kiri sehingga unit tengah pasukan Ottoman terbuka lebar. Melihat hal ini, pasukan Eropa sudah mulai masuk jebakan, mereka menusuk sampai jantung pasukan Ottoman. Merasa sudah unggul, mereka mengejar pasukan kedua Ottoman sampai tidak menyadari formasi perang yang telah menunggu mereka.

Pasukan Ketiga Ottoman yang telah siap dengan moncong-moncong meriamnya, dan....letusan pertama meriam itu menyadarkan pasukan Eropa akan situasinya, tapi sudah terlambat, Pasukan Janissari dan Pasukan Berkuda Ottoman berbalik mengurungnya. Dentuman-dentuman meriam selanjutnya adalah awal pembantaian pasukan itu. Kuda-kuda perang yang tadinya gagah perkasa dengan lapisan baja pelindung yang sulit ditembus oleh pedang atau peluru-peluru senapan menjadi tidak berarti di hadapan moncong-moncong meriam Ottoman yang tanpa henti menembak ke arah mereka. Sisa-sisa pasukan Eropa kocar kacir, mereka berusaha mundur, tetapi dibelakang mereka hanya ada sungai sehingga banyak juga diantara mereka yang mati karena berdesak-desakan dan tenggelam. 

Pasukan Eropa ingin menyerah, tetapi entah karena alasan apa. Sultan Sulaiman menolak penyerahan diri mereka, Sultan tidak mau ada tawanan. Maka pasukan Ottoman menyerahkan kembali senjata kepada mereka untuk berperang atau dibunuh, perang ini berakhir dengan terbunuhnya raja Hungaria, Lajos II. Menandakan akhir masa kerajaan Hungaria. Kekalahan ini menggetarkan seluruh pelosok Eropa, dan merupakan awal dari perang-perang penaklukan Kekaisaran Ottoman di wilayah Eropa selanjutnya. 

Selama 4 jam saja, seluruh pasukan Koalisi Eropa bisa mereka hancurkan. Kemenangan menjadi milik Kekhilafahan Utsmani. Pasukan Utsmani yang gugur dalam perang tersebut hanya 150 orang saja dan hanya 3000 pasukan saja yang terluka. Kemenangan Imperium Ottoman menyebabkan perpecahan Hongaria untuk selama beberapa abad di antara Kesultanan Utsmaniyah, Monarki Habsburg dari Austria dan Kerajaan Transilvania. 

Dan kematian Lajos II ketika menyelamatkan diri dari pertempuran menandakan akhir dinasti Jagiellon, dan dinasti ini kemudian bersatu dengan Habsburg melalui pernikahan dengan Adik Perempuan Lajos II. Barat senantiasa menutupi aib ini selama beberapa dekade, dan cenderung mehapusnya dari sejarah, kemudian memproduksi film-film tentang King Sulaiman dengan segala distorsinya. Mereka trauma, kecewa dan akhirnya melakukan perbuatan tercela dan nista.

Wednesday, October 19, 2016

Prabowo Subianto di Mata Jenderal Wayne Downing


Wayne Downing adalah seorang pensiunan Jenderal Bintang Empat yang paling dihormati dan disegani di Amerika Serikat. Ketika terjadi perang Vietnam, Wayne Downing memimpin para prajurit Amerika Serikat bertempur dengan gagah berani dalam setiap titik-titik pertempuran di Vietnam.


Prestasi-prestasinya menggempur bala tentara Vietnam dan membebaskan para tahanan prajurit Amerika yang disekap dan disiksa oleh para prajurit Vietkong membuatnya menjadi sosok yang paling disegani dan dihormati jasa-jasanya di negeri paman Sam itu.

Setelah perang Vietnam usai, Wayne Downing menjabat sebagai penasehat anti terorisme pada masa pemerintahan Presiden George Bush. Pada tahun 1990, Downing membentuk tim elit anti terorisme Amerika Serikat (semacam Densus 88 kalau di Indonesia).

Selain aktifitasnya sebagai penasehat anti terorisme, Downing juga adalah salah satu Instruktur di Fort Bragg, lembaga Pendidikan Militer di Amerika Serikat yang mencetak pasukan khusus para prajurit-prajurit dari negara-negara asing.

Wayne Downing mengakui bahwa dari semua prajurit negara asing yang ia latih di Fort Bragg, hanya dua prajurit yang paling menonjol prestasinya. Kedua prajurit tersebut adalah Abdullah II bin Al-Hussein, yang menjadi Raja Yordania, dan yang seorang lagi yaitu Prabowo Subianto, Komandan Pasukan Khusus dari Indonesia. Kedua murid kebangaannya itu diceritakan oleh Downing kepada Stanley A Weiss, pendiri lembaga Business Executives for National Security di Washington DC pada tahun 2009 yang silam.

Menurut Downing, kedua muridnya itu adalah siswa cemerlang yang paling menonjol daripada murid-muridnya yang lain. Yang paling berkesan bagi Downing adalah sosok Prabowo Subianto. Dimata Wayne Downing, Prabowo adalah sosok yang sangat idealis tentang negaranya, penuh percaya diri, dan selalu yakin akan masa depan negaranya. Menurut Wayne Downing, selain cerdas, Prabowo adalah muridnya yang paling disiplin dan nyalinya paling tinggi ketika mengikuti pelatihan-pelatihan keras di Fort Bragg untuk menggembleng nyali bertempur.

Selain itu, Prabowo selalu bergairah dan berapi-api ketika bercerita tentang negara Indonesia kepada siswa-siswa dari negara lain di Fort Bragg. Pada tahun 1995 yang silam, Wayne Downing mengunjungi Prabowo di Jakarta. Dalam suatu moment kunjungannya itu, Downing ingin melakukan terjun payung bersama dari ketinggian yang normalnya dilakukan oleh prajurit tempur sebagai bentuk perayaan untuk mengulangi masa-masa indah mereka di Fort Bragg dulu.

Saat itu Prabowo berupaya mencegah niat Downing karena faktor umur, akan tetapi Downing tetap bersikeras dan berkata kepada Prabowo bahwa dalam hidup ini Anda harus punya keberanian untuk melompat. Sebenarnya tak sulit untuk memahami apa yang dilihat Wayne Downing dalam sosok seorang Prabowo Subianto. Dengan kemauan keras serta dedikasi yang tinggi terhadap bangsa ini, Prabowo Subianto telah melewati berbagai persoalan besar yang menerpa hidupnya, rumah tangganya, dan karier militernya.

Dua kali gagal dalam pemilu 2004 dan 2009 yang lalu tak menjadikan Prabowo Subianto patah arang. Dengan jiwa nasionalisme yang tinggi dan cinta tanah air telah memicunya untuk menjadi prajurit terbaik bangsa untuk menggembleng bangsa ini menjadi bangsa yang besar diantara bangsa-bangsa lainnya dibelahan dunia ini. Ditengah derai caci maki, sumpah serapah, derasnya hujatan yang membabi-buta, dan fitnah yang bertubi-tubi menghujam dirinya, ia tetap mampu berdiri tegak dan bangkit kembali dari keterpurukan untuk membuktikan diri sebagai seorang Prajurit terbaik bangsa yang diakui dunia Internasional.

Kebanggaanya terhadap ibu pertiwi telah menghantar sosok Prabowo Subianto untuk melakukan suatu "lompatan" yang spektakuler dalam hidupnya untuk mengukir prestasi demi prestasi demi masa depan dan kemajuan bangsa ini agar menjadi bangsa yang dihormati dan bermartabat dimata dunia.

Monday, October 17, 2016

Mantan KSAL Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto Ungkap Permainan Komunis China dibalik Ahok



Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto angkat bicara terkait hiruk-pikuk dua skandal besar Sumber Waras dan Reklamasi Teluk Jakarta.

Dia menilai, kedua kasus yang kini menimpa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak lepas dari upaya konglomerat China yang tengah memanfaatkan Ahok yang tengah berkuasa di Ibu Kota Negara.

Bahkan, mereka sudah mempersiapkan skenario agar Ahok tetap melenggang di Pilkada DKI 2017 dan sakligus menjadikannya batu loncatan demi mengantarkan Ahok ke Kursi RI-1 pada Pilpres 2019 mendatang.

Dukungan China ke Ahok tersebut untuk membawa pengaruh bahkan penjajahan Negari Tirai Bambu di bumi Nusantara.

“Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia, sàngat diperebutkan dan China ingin menguasainya, menguasai Jakarta secara politik menguasai Indonesia. Gubernur Jakarta Ahok mendapat dukungan logistik tak terbatas untuk memenangkan Ahok di Pilkada 2017,” kata Laksamana (purn) Slamet Soebijanto, sebagaimana dikutip dari suaranasional, Jakarta, Senin (25/4/2016).

Slamet mengatakan, jalur sutera yang dihidupkan kembali, untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional China lewàt darat. Klaim laut China Selatan, mencoba merintis jalur laut yang aman dan terlindungi.

“Mendukung konsep tol laut Indonesia, menyambung jalur laut China Selatan, sebagai jalur laut ke Benua Hindia dan Afrika, Indonesia potensi sumber daya alam yang besar, dan China telah menanamkan pengaruhnya di Negara-negara Afrika,” ungkap Slamet.

Selain itu, Slamet mengatakan, diduga kuat telah terjadi kesepakatan membelah Indonesia menjàdi dua oleh China dan AS. China wilàyah barat, AS wilayah Timur.

“Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Ahok selalu bisa dialihkan dan ditutupi dengan dimunculkan persoalan baru sehingga persoalan pokoknya terlupakan,” papar Slamet.

Slamet menambahkan, Jakarta sebagai Center of Gravity merupakan obyek vital nasional yang harus pemerintah Sikapi dengan sangat hati-hati dan waspada.

“Keliru mengambil keputusan akan berakibat fatal bagi bangsa dan negara,” ungkap Slamet.

“Saya yakin bapak-bapak dan ibu-bu dengan kemampuan intelektual yang tidak diragukan mampu mengurai dan menemukan benang merahnya. Dengan ditemukan benang merah itu, semoga segera ada penyatuan sikap dan langkah untuk menyelamatkan Negeri ini yang sudah berada di ujung tanduk perpecahan,” pesan Slamet. (mnx)