Gak Australia saja yang kecut, yang paling mengkeret itu ya Amerika. Saya sendiri kalau dengar Prabowo bicara politik luar negeri, sampai bertepuk tangan sambil berucap “hebat”. Ia demikian jernih, cerdas, taktis dan cermat dalam mengurai persoalan politik luar negeri. Prabowo mengatakan, ia tidak ingin negara ini didikte oleh negara mana pun..(saya tentu tidak bisa membocorkan apa yang akan dilakukan), hanya prinsipnya, Indonesia tidak akan mau dicekoki hutang lagi dengan berbagai alasan.
Prabowo juga akan jaga keamanan wilayah perbatasan dengan baik, dan memperkuat pertahanan kita dengan peralatan militer yang canggih. Bila Bung Karno pernah dikasih hadiah pesawat tempur Mig 12 biji, bukan tidak mungkin Prabowo juga akan dihadiahi Putin pesawat tempur modern. Juga oleh negara-negara lain yang selama ini beharap Indonesia tidak di bawah keteknya Amerika dan sekutunya yang jadi pemegang saham IMF. Prabowo juga akan bekerjasama dengan negara-negara Timur Tengah, sehingga Indonesia punya posisi tawar dalam pertarungan pasar minyak dunia.
Sikap Prabowo ini sebetulnya bukan sekarang ini saja muncul, sejak jadi mantunya Pak Harto sudah gerah ketika Pak Harto mulai dipengaruhi Amerika, bahkan ia menjadi penentang keras saat IMF mau memberi pinjaman Indonesia pada saat krisis. Prabowo yang kala Indonesia krisis menjabat sebagai Pangkostrad, sudah berani menyampaikan ke Pak Harto untuk tidak menandatangi pinjaman dari IMF, karena Prabowo sudah sejak tahun 1997 mengetahui dokumen skenario negara-negara pemegang saham IMF itu, yaitu akan melakukan liberalisasi di semua bidang di negara Indonesia. Bahkan tahun 1997, Prabowo sudah diberitahu temannya para Jenderal di luar negeri, tentang apa yang akan terjadi di bulan Mei 1998.
Sayangnya Prabowo yang bolak-balik menghadap Pak Harto mengabarkan hal tersebut, ternyata sang ayah mertua tidak percaya bahwa Amrika dkk akan mempunyai agenda yang dimulai dengan penandatanganan IMF. Pak Harto lebih percaya sahabatnya pegusaha Bob Hasan, yang memang bebeberapa kali bertemu Clinton.
Namun karena Prabowo yakin bahwa IMF ini akan menjadi sumber kehancuran bangsa, ia kembali nekat bicara pada pak Harto untuk mencari dana yang sama yang akan diberikan IMF sebesar 4 miliar Dolar AS. Prabowo mengkontak Najib (ex PM Malaysia) untuk bersama-sama pergi keliling ke negara Timur Tengah. Dari gerilya satu minggu di negara-negara Timur Tengah, Prabowo malam dapat kesepakatan pinjaman 7 miliar Dolar As (lebih besar dari yang akan diberikan IMF), dan Najib (untuk Malaysia) dapat 6 miliar Dolar AS. Namun betapa kecewa Prabowo, ia yang ingin membantu negara ini dari jebakan krisis, ternyata pada saat mau kembali ke Indonesia mendapat kabar, bahwa Pak Harto sudah meneken tanda tangan dengan IMF. Dan yang terjadi persisi seperti info yang diterima Prabowo, setelah penandangan IMF tidak berapa lama terjadi kerusuhan yang melengserkan Pak Harto. Pak Harto yang percaya Amerika, jatuh pula di tangan Amerika. Dan muncullah era reformasi dimana liberalisasi makin menggila di semua lini, hingga kita yang punya 2/3 laut harus impor garam. Kemiskinan makin meningkat, kita tidak punya basis industri lagi, semua investasi yang tadinya masuk daftar negatif investasi dibuka lebar-lebar. Asingisasi mulai merambah bumi pertiwi.
Sebaliknya Malaysia yang tidak mau teken dengan IMF, dan menggunakan dana pinjaman dari Timur Tengah justru selamat dari krisis, dan perekonomian mereka maju luar biasa, dan juga memiliki basis industri yang hebat. Pengusaha pribumi juga bisa tumbuh sejajar dengan para pendatang.
Prabowo sangat tahu apa agenda barat (negara-negara Neolib) terhadap Indonesia. Itulah sebabnya dia bukan saja dihabisi kariernya, tapi melalui propaganda media, dan juga LSM, Prabowo terus di stigma buruk. “Terlalu banyak yang saya ketahui, sehingga saya dihabisi,” ujarnya suatu kali dalam diskusi panjang kami hingga 11 jam dari jam 4 sore hingga pukul 3 dini hari. Saya bersama teman Mas Susetyo Lit, dan Mas Budi Purnomo Karjodihardjo beberapa waktu itu, sampai merinding mendengar apa sebetulnya yang terjadi atas negeri ini. Itu pula yang membuat Prabowo yang sebetulnya hidupnya “sudah selesai” mau repot-repot membuat partai dan mencalonkan diri menjadi Presiden.
Hal yang sama juga diucapkan Prabowo saat bertemu para Kyai Besar NU beberapa waktu lalu, “Demi Allah, saya tidak haus atau rakus jabatan. Saya hanya tidak tega melihat bangsa ini hancur. Jadi saya minta mandat rakyat, kalau rakyat tidak memberi mandat saya, bagi saya juga tidak masalah,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Catatan Pribadi Ibu Nanik S Deyang (jurnalis)