Saturday, March 7, 2009

Demam Berdarah

Bila melihat dua negara tetangga, Malaysia dan Singapura, mungkin warga Indonesia hanya bisa menggigit jari. Karena kedua negara itu sudah berhasil mencanangkan bebas demam berdarah (lihat: "Apa dan Bagaimana Demam Berdarah"). Keberhasilan itu, seperti dikatakan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Farid Anfasa Moeloek, didapat karena perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan lingkungan. Soal kesehatan lingkungan bahkan dimasukkan ke dalam peraturan, diantaranya berbunyi, “pemilik rumah yang terdapat jentik nyamuk akan dikenakan sanksi”. Apalagi kasus demam berdarah sudah menjadi perhatian internasional dengan jumlah kasusnya di seluruh dunia mencapai 50 juta pertahun. Tapi, di Indonesia tidak begitu mengalami perkembangan positif soal penyakit yang satu ini. Bahkan, hingga Maret 2004, sudah 12 provinsi yang dinyatakan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB).

Lagi-lagi, sistem pengelolaan kesehatan masyarakat yang dimiliki pemerintah Indonesia seakan tidak berjalan. Melulu, jika KLB sudah terjadi, barulah koordinasi antara rumah sakit, Puskesmas dan dinas kesehatan menjadi kambing hitam selain masyarakat sendiri yang dituduh tidak menjaga kesehatan lingkungannya. Lebih parahnya, dengan kondisi KLB pun, inisiatif rumah sakit yang seharusnya menjadi fasilitas sosial, harus menunggu aba-aba pemerintah untuk menerima pasien penyakit ini. Bila tidak, rumah sakit tentunya tetap menerapkan “yang punya uang yang bisa berobat”.

Ironisnya, pemerintah justru menerapkan pengawasan masyarakat lewat juru pemantau jentik “Jumantik” (notulen rapat tim penanggulangan KLB Demam Berdarah Dengue - 9 Maret 2004: http://www.ppmplp.depkes.go.id/images/m4_s1_i304_b.pdf), setelah jatuh ratusan korban jiwa meninggal dunia. Lalu apa yang dilakukan pemerintah selama ini (lihat “Demam Berdarah di Indonesia”)? Bayangkan, Departemen Kesehatan sudah mencatat 12.482 penderita DBD di 21 provinsi, 241 orang diantaranya meninggal dunia, hingga akhir Februari 2004. Bahkan, Provinsi DKI Jakarta –sebagai pusat negara, menempati peringkat tertinggi kasus: 4252 jumlah penderita, 47 orang diantaranya meninggal dunia.

Menurut Rita Kusriatuti dari Bagian Arbovirusasi Departemen Kesehatan, kejadian DBD 2004 dua kali lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. “Penyemprotan (fogging) secara massal bukanlah penyelesaian tepat. Nyamuk bertelur 200-400 butir perhari, disemprot lalu mati, tapi esoknya lahir nyamuk baru,” kata Rita.

Berbagai rumah sakit umum juga mengeluhkan minimnya dana untuk menampung para pasien DBD. Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa Tenggara Barat misalnya mengaku, anggaran dana Rp. 3 miliar untuk pasien miskin atau Program Kompensasi Pengganti Subsidi-BBM (PKPS-BBM) 2003, sudah habis. Sementara, dana PKPS-BBM 2004 belum turun. Alternatifnya, RSU Mataram menunggu dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2004 Provinsi NTB sebesar Rp. 400 juta. Karena dana itu juga belum turun, sistem rembers -diklaim kemudian hari- pun ditempuh. “Sambil menunggu dana dari pemerintah pusat turun -biasanya bulan Juli-, kita juga menunggu dana dari Pemprov NTB,” kata Wakil Direktur Pelayanan RSU Mataram, dokter Wawang Orijanto. Di NTB, DB menyerang Kota Bima (59 orang), Kabupaten Bima (56 orang), Kota Mataram (46 orang), Kabupaten Lombok Timur (26 orang), Kabupaten Lombok Barat (26 orang) dan Kabupaten Lombok Tengah (3 orang).


Demam Berdarah di Indonesia
Sebenarnya, masyarakat Indonesia sudah tahu tanda-tanda dan cara penularan penyakit DBD, karena DBD masuk ke Indonesia sejak 36 tahun lalu. Pencegahannya pun sederhana saja dan tidak perlu teknologi tinggi seperti pada kasus SARS yang untuk memastikan penyakitnya perlu pemeriksaan laboratorium di Atlanta. Hanya saja, untuk memberantas DBD diperlukan langkah jelas dan sederhana dengan menumbuhkan perubahan sikap dan kesadaran semua pihak dan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Dengan jumlah penduduk besar, seharusnya masyarakat Indonesia bisa jadi kekuatan, tolong menolong dan bergotong royong membersihkan lingkungan. Bayangkan, hanya dengan langkah sederhana: pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan dengan kegiatan 3M, rantai penularan aedes aegypti sebagai penyebab DBD dapat diputus, sehingga tidak sampai menyebar luas. Tapi yang terjadi justru kita membuat serangan penyakit itu semakin membabi-buta, tanpa pertahanan dan perlawanan berarti. Berikut kita simak perjalanan satu tahun demam berdarah 2003-2004, sebagai gambarannya:
- Januari 2003: Jumlah penderita DBD menunjukkan kecenderungan meningkat. Dalam dua minggu, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta Pusat, dan Rumah Sakit Pelni Petamburan, Jakarta Barat; jumlah pasien DBD 15 pasien.
- 11 Februari 2003: DBD mulai menyerang tiga warga Bogor. Total korban DBD menjadi 31 orang.
- 18 Desember 2003: 24 orang meninggal dunia akibat DBD di Kabupaten Majalengka
- 29 Desember 2003: Sebagian warga, terutama anak-anak, di hampir seluruh kecamatan di Tulungagung, terserang DBD. Sepanjang 2003, Palu, Sulawesi Tengah mencatat 184 kasus DBD dengan 12 orang di antaranya meninggal dunia.
- 3 Januari 2004: Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, jumlah korban tewas akibat DBD tiga orang.
- 20 Januari 2004: DBD mulai menyerang sejumlah Kabupaten di Madiun, Jawa Timur dengan jumlah penderita mencapai 22 orang.
- 28 Januari 2004: Jumlah korban DBD di Madiun mencapai 62 orang, sembilan diantaranya meninggal dunia. Padahal, pada 2001 dan 2002 tidak ada kasus kematian akibat DB. Sementara itu, pada 2003 hanya satu penderita DBD yang meninggal dunia.
- 12 Februari 2004: Di antara 290 unit alat fogging (penyemprotan/pengasapan) yang dimiliki Kabupaten Indramayu, hanya enam yang berfungsi. Selama kurun waktu 2003, jumlah kasus DBD yang terjadi di kabupaten Indramayu mencapai 1.120 kasus dengan 34 korban di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
- 17 Februari 2004: Pemerintah menganggarkan Rp. 150 miliar untuk menanggulangi DBD di berbagai daerah.
- 18 Februari 2004: Menteri Kesehatan Achmad Sujudi menyatakan kasus DBD di tanah air telah memenuhi kriteria KLB yaitu, tingkat kematian (case fatality rate/CFR) mencapai satu persen dari jumlah kasus atau jumlah penderitanya melonjak hingga dua kali lipat pada kurun waktu yang sama dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
- Pertengahan Februari 2004: Sejak Nopember 2003 - Februari 2004, 140 pasien DBD dirawat di RS Sardjito, Yogyakarta, empat diantaranya meninggal dunia. Penderita DBD di Jakarta Utara meningkat 300 persen: total penderita DBD mencapai 201 orang, empat diantaranya meninggal dunia. (Jakarta Utara, pada 2002 mencatat 24 penderita DBD dengan korban meninggal satu orang, pada 2003 mencatat 59 penderita dengan korban meninggal dua orang).
- Sejak 1 Januari-5 Maret 2004 saja, jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 (CFR = 1,53 persen).

Kalau dicermati, disaat perhatian masyarakat tersedot euforia reformasi sehingga KLB DBD kurang diperhatikan, pada 1998 saja, jumlah penderita DBD mencapai 71.776 orang dengan kematian 2.441 jiwa (CFR = 3,4 persen). Sementara itu, jumlah korban penderita DBD 1999 sebanyak 21.134 orang, 2000 (33.443), 2001 (45.904), 2002 (40.377) dan 2003 (50.131). Tentu saja angka penderita dan kematian yang diakibatkan DBD 2004 signifikan dan bermakna. Dari 30 provinsi di Indonesia, 12 provinsi diantaranya ditetapkan sebagai KLB DBD: Nanggroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pada 16 Februari 2004 lah, pemerintah pusat lewat Departemen Kesehatan menyatakan telah terjadi KLB DBD Nasional.

Lalu, apa yang dilakukan pemerintah pusat untuk menanggulangi KLB DBD itu? Beberapa hal yang dilakukan adalah (lihat juga “Tata Laksana DBD Dengue di Indonesia”: http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf dan “Petunjuk Upaya Perawatan Pasien DBD”: http://www.depkes.go.id/downloads/rawat_dbd.pdf):
1. Penyediaan dan peningkatan sarana pelayanan kesehatan di semua rumah sakit agar mampu memberikan pengobatan kasus-kasus DBD secara cepat dan tepat sehingga angka kematian dapat ditekan serendah-rendahnya. Sejak 20 Februari 2004, pemerintah pusat lewat Menteri Kesehatan mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan biaya bagi penderita DBD yang tidak mampu untuk dirawat di kelas III rumah sakit (nomor: 143/Menkes/II/2004).
2. Melakukan pengasapan (fogging) di lokasi-lokasi yang tinggi prevalensinya agar penyebaran penyakit dapat segera dikendalikan lewat pemberantasan vektor nyamuk aedes aegypti dewasa bersama-sama masyarakat dan sektor swasta. Fogging dilakukan pada fokus-fokus penularan.
3. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) lewat 3M (menguras bak mandi, menutup tandon air dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan). Di DKI Jakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah, PSN ini diintensifkan lewat Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dengan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
4. Melaksanakan Pertemuan Nasional Penanggulangan KLB DBD di Jakarta, pada 5 Maret 2004 yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan dan Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan sebagai berikut:
1). Seluruh instansi pemerintah terkait di Pusat dan Daerah perlu mengambil langkah cepat dan tepat untuk meredam kepanikan masyarakat dengan:
a. Menginfektifkan pencegahan penyebaran kasus DBD dengan mengutamakan PSN secara serentak dan periodik lewat:
- Pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi) Pokjanal DBD di desa, kelurahan, dan kecamatan dengan fokus pada pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala.
- Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor yang didukung laboratorium memadai.
- Merekrut warga masyarakat sebagai Jumantik dengan fungsi utama memantau jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan.
- Meningkatkan peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD.
b. Mengupayakan Pemanfaatan Sumber Pembiayaan dari Alokasi Dana Penanggulangan Darurat oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan KLB DBD.
c. Menyiapkan sumber daya bantuan dari pemerintah pusat lewat Departemen Kesehatan dalam penanggulangan KLB yang meliputi: bantuan teknis, logistik dan biaya operasional.
d. Melakukan kajian sero-epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue.
e. Mengupayakan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mengatur pelaksanaan PSN secara berkala, serentak dan berkesinambungan, guna mengendalikan penyakit DBD agar tidak menjadi KLB atau wabah. Penyusunan Perda ini berdasarkan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.
2). Meningkatkan pelayanan tanggap darurat (emergency) dalam penanganan penderita KLB DBD dengan:
a. Menyiagakan sarana pelayanan kesehatan seperti: Puskesmas, rumah sakit, Palang Merah Indonesia dan laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta untuk mendukung kegiatan penanggulangan KLB DBD.
b. Manajemen sarana pelayanan kesehatan wajib memberikan pelayanan cepat dan tepat bagi tersangka penderita KLB DBD guna menekan angka kematian.

Ada yang ingin dicapai pemerintah pusat lewat Departemen Kesehatan dalam upaya penanggulangan KLB DBD kali ini, yaitu:
1. Penanggulangan KLB DBD ditargetkan selesai dalam waktu tiga bulan.
2. Penurunan insidens kasus DBD sebesar 90 persen dari waktu KLB DBD.
3. (CFR) < 1 persen.
4. Angka kasus 2004 kurang dari kasus 2003 (< 35.000).
5. Kasus pada 2005 kurang dari 10.000.

Selain itu, di beberapa kunjungan ke daerah KLB DBD, pemerintah pusat lewat Menteri Kesehatan tampak juga memberikan bantuan dana, seperti bantuan Rp. 500 juta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang diterima Wakil Gubernur Ali Mufiz untuk menanggulangi KLB DBD di Jawa Tengah. Menteri Kesehatan juga menyerahkan bantuan obat, alat habis pakai, dua alat fogging, brosur dan leaflet DBD. “Bantuan itu untuk membiayai perawatan di rumah sakit bagi keluarga miskin yang menderita DBD, sehingga mereka tidak lagi memikirkan biaya perawatan dan angka kematian akibat DBD dapat ditekan,” kata Achmad Sujudi. Untuk itu, Menteri Kesehatan berharap Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota menanggung-renteng biaya perawatan penderita DBD.

Bersama-sama dengan Palang Merah Indonesia, Menteri Kesehatan juga sepakat untuk menanggulangi serangan DBD 2004.


Apa dan Bagaimana Mengatasi Demam Berdarah?
DBD adalah penyakit akut yang disebabkan infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus betina (lihat: "Siapa Aedes Aegypti Itu?") yang umumnya menyerang pada musim panas dan musim hujan. Virus itu menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan DBD dengue.

Virus dengue termasuk famili flaviviridae, yang berukuran kecil sekali (35-45 nm). Virus ini dapat tetap hidup (survive) di alam ini lewat dua mekanisme:
- Mekanisme pertama, tranmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya, yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.
- Mekanisme kedua, tranmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh makhluk ~Vertebrata~ dan sebaliknya. Yang dimaksud dengan makhluk vertebrata disini adalah manusia dan kelompok kera tertentu.

Nyamuk sendiri mendapatkan virus ini pada saat menggigit manusia (makhluk vertebrata) yang saat itu darahnya (viraemia) sedang mengandung virus dengue. Virus yang sampai ke dalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah diri atau berkembang biak), kemudian akan migrasi dan akhirnya sampai di kelenjar ludah.

Virus memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang menembus kulit. Empat hari kemudian virus akan mereplikasi dirinya secara cepat. Apabila jumlahnya sudah cukup, virus akan memasuki sirkulasi darah dan saat itulah manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas.

Tapi, reaksi tubuh manusia terhadap virus ini dapat berbeda. Perbedaan reaksi ini juga akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue itu adalah:
- Terjadi netralisasi virus, disusul dengan mengendapnya bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
- Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
- Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.
Jika tubuh manusia hanya memberi reaksi pertama dan kedua, orang itu akan menderita demam dengue. Sementara, jika ketiga reaksi terjadi, orang itu akan mengalami DBD dengue.

Jika demam dengue terjadi, gejala-gejala yang timbul adalah:
- Demam, yang timbul secara mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat celcius) dan dapat disertai dengan menggigil. Demam ini hanya berlangsung 5-7 hari. Saat demam berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), disertai dengan keringat banyak dan tubuh tampak loyo. Kadang-kadang, dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari, sempat turun ditengahnya menjadi normal, lalu naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh.
- Timbulnya gejala panas, akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya, yang dikeluhkan adalah nyeri otot, sendi, punggung dan bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Adanya gejala nyeri ini, masyarakat awam sering menyebutnya flu tulang. Setelah penderita sembuh, gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh juga akan hilang.
- Ruam, yang dapat timbul pada saat awal panas (berupa flushing: kemerahan pada daerah muka, leher dan dada). Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit, berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam yang seperti campak ini hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan atau kaki.
- Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD dengue selalu disertai dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita. Bahkan pada sebagian besar penderita, tanda perdarahan ini muncul baru setelah dilakukan test tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), agak besar di kulit (echimosis), gusi, hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan masif yang dapat berakhir dengan kematian. Pada anak-anak tertentu, jika menderita panas juga disertai dengan perdarahan hidung (epistaksis). Hal itu dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan sementara dari komponen beku darah yang disebabkan oleh segala bentuk infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Ada juga pada penderita lainnya, jika minum obat disaat panas, akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung.

Pada DBD dengue, secara umum, empat gejala seperti yang terjadi pada demam dengue juga akan terjadi. Bedanya adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya reaksi ketiga tubuh manusia terhadap virus dengue: keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru. Jika ini tidak segera ditanggulangi, manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Prakteknya, sering kali dokter terpaksa memberikan tranfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan. Yang perlu dicermati adalah kapan penderita DBD dengue mulai mengalami keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah. Biasanya, keluarnya plasma darah terjadi pada sakit hari ke-3 sampai ke-6. Gejalanya didahului dengan penurunan panas badan penderita secara mendadak (lysis), diikuti dengan tubuh yang tampak loyo, pada perabaan akan didapatkan ujung-ujung tangan atau kaki dingin dan nadi yang kecil dan cepat. Saat itulah sebenarnya kondisi kritis yang harus dicermati. Karena semakin lemah dan loyo-nya penderita, akan terlambat atau kurang optimal untuk diselamatkan.

Biasanya DBD akan menyerang orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran, kumuh dan lembab serta anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Untuk mencegah serangan, tentunya adalah dengan membasmi nyamuk aedes yang menjadi media virus, dengan tidak menyediakan tempat perkembangbiakannya di tempat lembab dan berair. Untuk memberantas nyamuk itu, jentik-jentiknya atau sarang-sarangnya harus diberantas (PSN-DBD). Karena tempat berkembang-biaknya ada di rumah-rumah dan tempat-tempat umum, setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD, secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali. Selain itu, fogging dan memutuskan mata rantai pembiakan aedes aegypti lewat abatisasi juga harus dilakukan.

Bila seseorang terserang DBD, pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah memberi minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak, seperti air susu, teh, air bening, oralit atau air minum lainnya. Sementara itu, si penderita dapat dikompres dengan air dingin atau es dan diberi obat penurun panah seperti parasetamol. Selanjutnya, si penderita harus segera dibawa ke dokter. Sebenarnya, belum ada vaksin yang dapat menyembuhkan DBD secara langsung. Untuk itulah, pengobatan media (lihat boks “Tradisionalpun Bisa Melawan DBD”) dilakukan adalah untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan, mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan shock atau preshock dengan mengusahakan penderita agar banyak minum, bila perlu diberi cairan lewat infus.


"Tradisionalpun Bisa Melawan DBD"
Cara tradisional juga bisa dilakukan sebagai pertolongan terhadap penderita DBD, seperti diantaranya dengan memberikan:
- Jambu biji atau jambu klutuk secukupnya + 10 gram kunyit + 10 gram temu lawak, dijus, diminum.
- 30 gram daun dewa segar + 30 gram sambiloto segar direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, airnya disaring, diminum hangat-hangat.
- Bubuk kunyit + bubuk temu lawak + bubuk sambiloto masing-masing 5 gram diseduh dengan air mendidih secukupnya + madu secukupnya, diminum hangat-hangat.
- 30 gram kerikan kayu secang direbus dengan 500 cc air hingga tersisa 200 cc, airnya disaring + madu secukupnya, diminum.
- Konsumsi angco atau oco setiap hari, dapat juga mengkonsumsi kie cie dan kiam boi/sun boi.

Sementara itu, agar terhindar dari gigitan nyamuk dapat memanfaatkan: 10 gram temu hitam + 10 gram kunyit + 10 gram temu lawak + 10 gram sambiloto direbus dengan 700 cc air hingga tersisa 300 cc, airnya disaring + madu secukupnya, diminum.

Penderita DBD dapat mengalami gangguan pada trombosit atau butiran darah merahnya menurun yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan terjadi pendarahan. Untuk mengatasi itu dapat memanfaatkan: 30 gram sambiloto segar + 30 gram daun dewa segar direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, airnya disaring dan diminum.

Bagi mereka yang terserang DBD akan mengalami penurunan daya tahan tubuh. Untuk mengembalikan daya tahan tubuh secara cepat dan efektif dapat memanfaatkan:
- 30 gram umbi daun dewa (thien chi) dijadikan bubuk, ambil 10 gram bubuk tersebut dan seduh dengan 200 cc air mendidih, diminum hangat-hangat. Lakukan sehari 3 kali.
- 30 gram daun dewa segar direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, airnya disaring, diminum.
- Konsumsi angco atau oco dan kie cie.

Untuk penderita DBD yang disertai pendarahan, dapat menggunakan:
- 200 gram akar teratai segar dijus, diminum atau dibuat masakan sop atau sesuai selera.
- 60 gram akar alang-alang segar + 10 butir angco direbus dengan 500 cc air hingga tersisa 200 cc, airnya disaring, diminum, angconya dimakan.

Sementara itu, untuk menambah nafsu makan penderita DBD dapat menggunakan:
- 1 – 3 buah kiam boi/sun boi diseduh dengan 200 cc air + madu secukupnya, diminum.
- 15 gram asam jawa segar + 15 gram kencur segar + gula jawa secukupnya direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, airnya disaring, diminum.
Catatan: Proses merebus disarankan untuk menggunakan panci enamel atau periuk tanah.


Siapa Aedes Aegypti itu?
Nyamuk aedes aegypti mempunyai badan kecil, berwarna hitam dengan bintik-bintik putih. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, nyamuk ini bersarang dan bertelur di genangan air jernih, bukan di got atau selokan kotor. Bahkan, nyamuk ini sangat menyukai bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lainnya. Kebiasaan lainnya adalah suka hinggap pada pakaian yang bergantungan di kamar dan menggigit atau menghisap darah pada siang hari.

Dalam hidupnya, nyamuk ini mempunyai perilaku: mencari darah, istirahat dan berkembang-biak. Di saat setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Untuk itulah, nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap 2–3 hari sekali, selama pagi sampai sore hari pada waktu-waktu tertentu seperti pukul 08.00–12.00 dan 15.00–17.00. Untuk mendapatkan cukup darah, nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang. Nyamuk betina yang biasanya mencapai umur satu bulan ini mempunyai jarak terbang sekitar seratus meter.

Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina memerlukan istirahat 2–3 hari untuk mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukainya adalah tempat-tempat lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC, baju yang digantung di dalam rumah, kelambu, tirai, tanaman hias di luar rumah.

Nyamuk akan bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih, seperti tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari: bak mandi, WC, tempayan, drum air, bak menara (tower air) yang tidak tertutup, sumur gali. Selain itu, wadah berisi air bersih atau air hujan: tempat minum burung, vas bunga, pot bunga, ban bekas, potongan bambu yang dapat menampung air, kaleng, botol, tempat pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air walau dengan volume kecil, juga menjadi tempat kesukaannya. Telur akan diletakkan dan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar seratus butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 milimeter perbutir. Di tempat kering (tanpa air), telur dapat bertahan sampai enam bulan. Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar dua hari terendam air. Setelah 6-8 hari, jentik nyamuk akan tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa nyamuk yang masih dapat aktif bergerak di dalam air tanpa makan, itu akan memunculkan nyamuk aedes aegypti baru setelah 1–2 hari.

Kalau dilihat dari siklusnya, nyamuk ini mempunyai fase menjadi telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa. Telur nyamuk ini tidak berpelampung, sehingga satu per satu akan menempel ke dinding. Jentik, berbentuk sifon dengan satu kumpulan rambut yang saat istirahatnya akan membentuk sudut dengan permukaan air. Pupa yang berbentuk terompet panjang dan ramping, sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air. Nyamuk dewasa dengan panjang 3–4 milimeter, mempuyai bintik hitam dan putih pada badan dan kepala serta ring putih di kakinya.

Sumber : http://www.tempointeraktif.com

No comments:

Post a Comment