Bagaskara Manjer Kawuryan, "Matahari diketinggian yang bersinar kuat (cerah, menyilaukan)". Frasa itu adalah sebuah sandi yang menurut Langit Kresna Haryadi adalah samaran dari Ra Tanca, Dharmaputra Winehsuka Majapahit yang cendekia dalam ilmu pengobatan dan toksinasi (ahli racun), untuk berkomunikasi dengan Gajah Mada, yang saat itu masih menjadi Lurah Prajurit (mungkin setingkat dengan Komandan Kompi dalam struktur militer modern) Kesatuan Elit Bhayangkara. Hubungan kedua tokoh ini menjadi unik dan misterius, dan banyak diluputkan oleh para pengamat, dalam meluruskan penguasaan Kerajaan Majapahit di masa Prabu Jayanegara.
Jayanegara bukanlah raja idaman seluruh kawula Raden Wijaya atau Sang Rajasa Amurwabhumi. Ibunya, Dara Petak, hanyalah selir yang tadinya merupakan hadiah dari Prabu Dharmasraya (mungkin sekarang menjadi Palembang) untuk Kertanegara, raja Singasari. Karena Kertanegara sudah mangkat di kudeta Jayakatwang, Dara Petak (dan Dara Jingga) diwarisi oleh anak dan menantu Kertanegara, yaitu satu-satunya yang masih tersisa adalah Raden Wijaya.
Dara Jingga diberikan kepada Adwayabrahma, seorang pejuang Singasari lainnya. Kawula (atau pejuang-pejuang yang mendukung Raden Wijaya dalam mewujudkan Kerajaan) Majapahit terpaksa menerima Jayanegara, karena merupakan satu-satunya anak laki-laki Raden Wijaya. 4 Putri Kertanegara yang kemudian dinikahi semua oleh Raden Wijaya (untuk memperkuat hak pewarisan tahta Kertanegara) tidak ada yang memberikan anak laki-laki (Dewi Gayatri melahirkan Dyah Wiyat dan Dyah Gitarja. Mereka kelak memimpin bersama Majapahit setelah Jayanegara tewas dibunuh Ra Tanca).
Dara Jingga diberikan kepada Adwayabrahma, seorang pejuang Singasari lainnya. Kawula (atau pejuang-pejuang yang mendukung Raden Wijaya dalam mewujudkan Kerajaan) Majapahit terpaksa menerima Jayanegara, karena merupakan satu-satunya anak laki-laki Raden Wijaya. 4 Putri Kertanegara yang kemudian dinikahi semua oleh Raden Wijaya (untuk memperkuat hak pewarisan tahta Kertanegara) tidak ada yang memberikan anak laki-laki (Dewi Gayatri melahirkan Dyah Wiyat dan Dyah Gitarja. Mereka kelak memimpin bersama Majapahit setelah Jayanegara tewas dibunuh Ra Tanca).
Ra Tanca lah, dengan segala kecerdikan dan kekuatan intelijensianya, yang dicatat sejarah mampu membunuh Jayanegara, memaksakan pergantian rezim, meskipun ia sendiri tidak menjadi raja pengganti Jayanegara. Padahal ia tak memiliki kekuatan pasukan seperti Ra Kuti, kemampuan menguasai makhluk halus seperti Ronggolawe. Wikipedia Indonesia menuliskan, bahwa Ra Tanca diperalat oleh Gajah Mada untuk tujuan tertentu, tetapi saya pribadi meragukan orang secerdas Ra Tanca diperalat Gajah Mada. Ra Tanca hanya kurang jeli melihat posisi Gajah Mada yang strategis untuk mengisi posisi yang kosong setelah Jayanegara.
Langit Kresna Haryadi tidak menggambarkan Ra Tanca sebagai orang yang ambisius mengejar kekuasaan, tetapi orang yang kompleks, yang hendak mengendalikan semua di belakang layar saja. Orang sekualitas Ra Tanca terlalu cerdas untuk berani mengambil kekuasaan yang kosong setelah matinya Jayanegara. Jika memang ada persekongkolan antara Gajah Mada dan Ra Tanca, saya yakin Gajah Mada lah yang akan dipasang Ra Tanca untuk menguasai kerajaan. Tetapi naluri militeristis Gajah Mada tentu mewaspadai orang-orang secerdas Ra Tanca, yang akan jadi duri jika toh Gajah Mada berkuasa. Nalurinya berkata : "jika Jayanegara yang mengangkatnya menjadi Dharmaputra saja dibunuhnya, apalagi aku nanti.."
Langit Kresna Haryadi tidak menggambarkan Ra Tanca sebagai orang yang ambisius mengejar kekuasaan, tetapi orang yang kompleks, yang hendak mengendalikan semua di belakang layar saja. Orang sekualitas Ra Tanca terlalu cerdas untuk berani mengambil kekuasaan yang kosong setelah matinya Jayanegara. Jika memang ada persekongkolan antara Gajah Mada dan Ra Tanca, saya yakin Gajah Mada lah yang akan dipasang Ra Tanca untuk menguasai kerajaan. Tetapi naluri militeristis Gajah Mada tentu mewaspadai orang-orang secerdas Ra Tanca, yang akan jadi duri jika toh Gajah Mada berkuasa. Nalurinya berkata : "jika Jayanegara yang mengangkatnya menjadi Dharmaputra saja dibunuhnya, apalagi aku nanti.."
Tentu kita semua hanya menduga-duga, apa yang sebenarnya terjadi adalah rahasia Ilahi. Kematian Jayanegara oleh Ra Tanca mengembalikan kemurnian trah Kertanegara dan keturunan Ken Arok dengan Ken Dedes yang menurut kepercayaan adalah Pemangku Kekuasaan Tanah Jawa. Dyah Gitarja kemudian melahirkan Hayam Wuruk, sehingga lebih dominan di pemerintahan dan menjadi raja caretaker dengan gelar Tribhuwana Tungga Dewi Jayawishnuwardhani, menghantarkan Majapahit ke masa keemasan.
Konon, dari pemerintahan Tribhuwana Tungga Dewi inilah mulai dirintis pembentukan Bhayangkara Laut, yang kemudian menjadi cikal-bakal armada perang laut Majapahit dengan komandannya Laksamana Nala (di masyarakat Sasak lebih dikenal dengan sebutan Arya Mandalika, karena disanalah Laksamana Nala membangun basis kekuatannya untuk menghadapi armada kerajaan Dompu dan Bima). Gajah Mada, akhirnya ditarik menjadi Mahapatih Majapahit, setelah sebelumnya mengabdi pada Dyah Wiyat sebagai Patih di Daha/ Kediri. Tentu saja, ini juga yang mempengaruhi tumbuhnya personil Bhayangkara menjadi pembantu-pembantu Gajah Mada di pemerintahan, termasuk Gajah Enggon, karib Gajah Mada yang menggantikannya saat dilengserkan Hayam Wuruk dari posisi Mahapatih.
Konon, dari pemerintahan Tribhuwana Tungga Dewi inilah mulai dirintis pembentukan Bhayangkara Laut, yang kemudian menjadi cikal-bakal armada perang laut Majapahit dengan komandannya Laksamana Nala (di masyarakat Sasak lebih dikenal dengan sebutan Arya Mandalika, karena disanalah Laksamana Nala membangun basis kekuatannya untuk menghadapi armada kerajaan Dompu dan Bima). Gajah Mada, akhirnya ditarik menjadi Mahapatih Majapahit, setelah sebelumnya mengabdi pada Dyah Wiyat sebagai Patih di Daha/ Kediri. Tentu saja, ini juga yang mempengaruhi tumbuhnya personil Bhayangkara menjadi pembantu-pembantu Gajah Mada di pemerintahan, termasuk Gajah Enggon, karib Gajah Mada yang menggantikannya saat dilengserkan Hayam Wuruk dari posisi Mahapatih.
Kembali ke Ra Tanca. Langit Kresna Haryadi secara cerdas menggambarkan hubungan Ra Tanca dengan para Dharmaputra lainnya. Kecerdasan Ra Tanca sangat mungkin menjadi sebab para Dharmaputra mampu menguasai situasi sehingga mampu merebut istana sehingga Jayanegara cengkar dari kedaton Kota Raja Majapahit. Ra Tanca juga memberikan petunjuk bagi Gajah Mada untuk mengembalikan tahta Jayanegara, sehingga Gajah Mada menjadi orang yang paling dipercaya Jayanegara.
Ra Tanca juga menjadi Dharmaputra yang masih bertahan hidup setelah Jayanegara kembali ke kedaton, dengan perubahan-perubahan mendasar : Gajah Mada menjadi Senopati Bhayangkara (Komandan Batalyon/ Komandan Satuan), seluruh Dharmaputra yang menjadi pesaing Ra Tanca sudah dibersihkan, tetapi Ra Tanca tidak dibinasakan karena keahliannya dalam ilmu pengobatan dan racun. Ra Tanca adalah pemain yang cerdas, karena ia bisa dibunuh Dharmaputra yang lain jika tidak ikut gerakan Ra Kuti dan Ra Semi. Di sisi lain, dengan mengkondisikan Gajah Mada, ia mempertahankan akses untuk tetap bertahan di kedaton Majapahit.
Ra Tanca juga menjadi Dharmaputra yang masih bertahan hidup setelah Jayanegara kembali ke kedaton, dengan perubahan-perubahan mendasar : Gajah Mada menjadi Senopati Bhayangkara (Komandan Batalyon/ Komandan Satuan), seluruh Dharmaputra yang menjadi pesaing Ra Tanca sudah dibersihkan, tetapi Ra Tanca tidak dibinasakan karena keahliannya dalam ilmu pengobatan dan racun. Ra Tanca adalah pemain yang cerdas, karena ia bisa dibunuh Dharmaputra yang lain jika tidak ikut gerakan Ra Kuti dan Ra Semi. Di sisi lain, dengan mengkondisikan Gajah Mada, ia mempertahankan akses untuk tetap bertahan di kedaton Majapahit.
Di akhir hidupnya, Ra Tanca memang menjadi satu-satunya orang yang bisa membongkar kekuatan Jayanegara. Menurut orang-orang tua dan yang memahami persoalan ilmu ghaib, Jayanegara memiliki ilmu yang memungkinkan dirinya dikawal oleh makhluk halus dan kebal dari tikaman senjata. Dengan dalih pengobatan, Ra Tanca bisa meminta Jayanegara menanggalkan ilmu kebal itu sejenak, sehingga ia bisa menikamnya hingga mati.
Di lain versi, Ra Tanca membunuh Jayanegara tidak dengan tikaman tetapi dengan racun. Ra Tanca menyamarkan racun itu sebagai obat yang akan diberikan kepada Jayanegara. Untuk memeriksanya, Gajah Mada menyuruh Ra Tanca meminum racun itu dahulu, dan mungkin karena sudah bersiap dengan ramuan penawarnya, racun itu tidak bereaksi pada Ra Tanca. Karena yakin racun itu obat yang aman, maka Gajah Mada mengijinkan obat itu diberikan kepada Jayanegara. Karena ilmu Kala Gemet Jayanegara hanya menangkis serangan terhadap tubuh luar, bukan racun yang terminum, Jayanegara pun tewas.
Di lain versi, Ra Tanca membunuh Jayanegara tidak dengan tikaman tetapi dengan racun. Ra Tanca menyamarkan racun itu sebagai obat yang akan diberikan kepada Jayanegara. Untuk memeriksanya, Gajah Mada menyuruh Ra Tanca meminum racun itu dahulu, dan mungkin karena sudah bersiap dengan ramuan penawarnya, racun itu tidak bereaksi pada Ra Tanca. Karena yakin racun itu obat yang aman, maka Gajah Mada mengijinkan obat itu diberikan kepada Jayanegara. Karena ilmu Kala Gemet Jayanegara hanya menangkis serangan terhadap tubuh luar, bukan racun yang terminum, Jayanegara pun tewas.
Bagaskara Manjer Kawuryan memang adalah tujuan Ra Tanca. Sejarah mencatat bahwa Ra Tanca adalah pengkhianat karena ia membunuh rajanya. Tetapi Jayanegara adalah pimpinan yang tidak dikehendaki; ia berkonflik dengan orang-orang yang mendukung perjuangan ayahnya; ia bertindak semaunya terhadap tatanan kerajaan; belum lagi ia bukan keturunan murni Ken Arok dan Ken Dedes, sesuai mitos Mpu Lohgawe.
Ra Tanca ingin Sang Bagaskara (matahari, lambang Majapahit) benar-benar Manjer Kawuryan, bersinar di ketinggian dan bersinar dengan kuat, dengan megah. Entah Bagaskara (Majapahit) itu bersama dirinya (dengan dirinya sebagai penguasa) ataupun tidak, tetapi saya menduga jauh di dalam hatinya, Ra Tanca adalah seorang nasionalis. Seperti Gajah Mada. Seperti Raden Wijaya. Dan sebagaimana kita ketahui dan bahas tadi, sang Bagaskara benar-benar Manjer Kawuryan sepeninggal Jayanegara.
Ra Tanca ingin Sang Bagaskara (matahari, lambang Majapahit) benar-benar Manjer Kawuryan, bersinar di ketinggian dan bersinar dengan kuat, dengan megah. Entah Bagaskara (Majapahit) itu bersama dirinya (dengan dirinya sebagai penguasa) ataupun tidak, tetapi saya menduga jauh di dalam hatinya, Ra Tanca adalah seorang nasionalis. Seperti Gajah Mada. Seperti Raden Wijaya. Dan sebagaimana kita ketahui dan bahas tadi, sang Bagaskara benar-benar Manjer Kawuryan sepeninggal Jayanegara.
Figur Ra Tanca memang tak mungkin lebih dalam tergali, karena itu agak sukar mengkategorikannya sebagai pahlawan Majapahit karena dalam tatanan sosial dan negara saat itu membunuh raja adalah musuh negara terbesar. Tetapi Ra Tanca adalah orang yang berjasa besar bagi prestasi-prestasi Majapahit diwaktu berikutnya. Ra Tanca juga mungkin mewarisi semangat para pejuang pendahulunya; pendiri Majapahit yang telah tumpas oleh Jayanegara seperti Patih Nambi, Lembu Sora, Adipati Arya Wiraraja, Adipati Ranggalawe, dan lain-lain.
Bagaimanapun mereka pernah memberontak terhadap pemerintahan Jayanegara, sebelumnya mereka adalah orang kepercayaan Raden Wijaya. Mereka yang bahu-membahu menghancurkan Kediri dan pasukan Tartar Mongolia, sehingga pemerintahan desa Tarik berhasil muncul menjadi sebuah negara Majapahit. Berkat Ra Tanca, negara itu bisa tumbuh besar dan menyusun dirinya dan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang menjadikan Majapahit sebagai Bagaskara Manjer Kawuryan.
Bagaimanapun mereka pernah memberontak terhadap pemerintahan Jayanegara, sebelumnya mereka adalah orang kepercayaan Raden Wijaya. Mereka yang bahu-membahu menghancurkan Kediri dan pasukan Tartar Mongolia, sehingga pemerintahan desa Tarik berhasil muncul menjadi sebuah negara Majapahit. Berkat Ra Tanca, negara itu bisa tumbuh besar dan menyusun dirinya dan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang menjadikan Majapahit sebagai Bagaskara Manjer Kawuryan.
Terimakasih Ra Tanca. Lepas engkau pengkhianat atau pahlawan. Harusnya Majapahit berterimakasih kepadamu.
16 Oktober 2012 pukul 14:41
No comments:
Post a Comment