Era 90-an adalah era dimana setiap anak bangsa Indonesia dapat membusungkan dada atas prestasi negerinya, bukan hanya karena negeri ini berjuluk “Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur” (Negeri Indah dengan Tuhannya Yang Maha Pengampun), tapi juga karena militer bangsa ini menjadi militer paling disegani seluruh negara di dunia. Saat dimana Amerika, Israel, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina menganggap kekuatan militer Indonesia adalah ancaman nyata bagi hegemoni mereka. Dan saat dimana semua mata tertuju pada satu nama tokoh militer Indonesia, Panglima Kostrad, Letnan Jenderal Prabowo Subianto.
Nama satu ini menjadi buah bibir. Tidak hanya di kalangan militer, tapi juga di kalangan sipil. Para remaja dan orang tua jadikan Prabowo topik baru yang asyik untuk diperbincangkan. Seorang Panglima Tinggi ABRI nan gagah dan tampan, menantu Soeharto, dan putra Soemitro Sang Begawan. Prabowo saat itu adalah selebriti berseragam hijau yang sanggup membuat anak bangsa tersenyum bangga.
Terlalu banyak jasa yang telah ia torehkan untuk bumi pertiwi. Tak cuma waktu dan tenaga, tapi juga keringat, harta, air mata, juga nyawa. Prabowo dalam sejarah hidupnya yang tak pernah diangkat ke media adalah prajurit yang tak pernah mengambil gaji bulanannya. Bukan karena ia anak orang kaya, tapi lebih karena rasa harunya menyaksikan para prajurit yang rela dikontrak mati oleh tumpah darahnya. Prabowo tak sisihkan gajinya untuk mereka, tapi ia memberikan semuanya. Dengan gaji hasil keringatnya, Prabowo menggaji para tentara yang berjuang demi negara. Dengan uang pribadi yang dimilikinya, ia biayai batalionnya. Sebuah jiwa patriot yang tak lagi dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Ketika negara menugaskan dirinya ke Timor-Timur menjadi prajurit tempur, Prabowo berada dalam kondisi gundah. Militer saat itu telah mengerahkan kekuatan penuh untuk menumpas Gerakan Pengacau Keamanan. Potensi kesalahan militer untuk menerjemahkan instruksi kepala pasukan terbuka lebar. Dampaknya, pasti, rakyat sipil yang akan menjadi korban.
Mengandalkan nurani dan kenekatan yang berujung ‘urusan belakangan’, Prabowo pun menyelinap terjun ke lapangan. Ia berinteraksi dengan penduduk. Melakukan pendekatan dari hati ke hati, itulah yang dilakukannya. Prajurit ABRI selain Prabowo sulit diterima masyarakat Tim-Tim, berbeda dengan Prabowo. Warga menerimanya dengan tangan terbuka. Prabowo duduk bergaul, dan bersenda gurau bersama mereka. Dan ia mampu melakukan itu dengan ilmunya dan caranya.
Lalu hal tak masuk akal ia lakukan, ia ambil puluhan anak-anak dan remaja warga Timor-Timur untuk diasuhnya. Ia memboyong anak-anak tersebut ke rumahnya, ia juga harus merogoh uangnya untuk menyekolahkan dan membiayai mereka yang notabene adalah anak-anak dari sebagian GPK yang tewas dalam pertempuran melawan ABRI. Sayangnya, dunia tak pernah merekam ini.
Prabowo mungkin satu-satunya prajurit ABRI yang memiliki tindakan ‘nyleneh’ dalam sikapnya terhadap para pemberontak. Sikapnya seolah memihak terhadap mereka. Tindakannya bisa disebut sebagai memanjakan bahkan membesarkan musuh negara. tapi sesungguhnya ia hanya tidak menginginkan jatuhnya korban jiwa dari kedua belah pihak dalam setiap operasi militer yang dilakukan ABRI. Karena militer kah atau sipil, keduanya adalah komponen anak bangsa yang sangat ia cintai.
Namun meski demikian, pengorbanan Prabowo pada negeri moyangnya ini telah teruji berkali-kali saat bagaimana ribuan timah panas yang dimuntahkan dari senapan serbu gerombolan Pengacau Keamanan melesat ke segala penjuru tubuhnya. Bersama beberapa rekannya yang ketika itu kehabisan peluru, Prabowo pasrah, GPK telah mengepungnya. Ia lalu berteriak "Allahu Akbar..!," ia juga mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai kalimat terakhirnya. Tapi takdirnya belum habis hari itu, Allah menyelamatkan dirinya dari kematian.
Irian Jaya, 1996
Adalah saat mata dunia tiba-tiba terbelalak pada aksi satuan elit Baret Merah, Kopassus yang sukses gemilang melakukan operasi pembebasan sandera Mapenduma, Irian Jaya. Tokoh militer elit di seluruh dunia tak percaya bagaimana pasukan Kopassus asal Indonesia ini mampu menerobos rimba belantara terekstrim di dunia dan mampu membebaskan belasan sandera dalam genggaman Organisasi Papua Merdeka hanya dalam waktu singkat. Mengetahui dengan pasti sulitnya medan belantara, tak akan pernah ada pasukan satuan elit manapun di muka bumi yang mampu melakukannya.
Indonesia memang telah menjadi sebuah kekuatan baru di dunia dengan Panglima Jenderal Tertinggi, Soeharto sebagai penciptanya. Namun Indonesia juga, dengan kekuatan militernya yang sedemikian rupa memiliki satu sosok Komandan Jenderal Kopassus bernama Prabowo Subianto yang sangat berpotensi menjadi pucuk pimpinan ABRI. Akan menjadi masa depan buruk bagi negara asing yang memiliki banyak kepentingan di Indonesia. Karena semua tahu, jika Prabowo adalah tokoh militer yang tidak pernah bisa diajak negosiasi untuk mengkhianati negerinya sendiri. Jika Prabowo dibiarkan ‘berkeliaran’, otomatis akan terjegal semua ambisi dan rencana. Maka hanya ada satu cara, lumatkan Prabowo hingga ke akar-akarnya..!!
Jakarta 1998, karir Prabowo semakin melejit. Ia tak lagi seorang Mayor Jenderal Danjen Kopassus, karena ia telah menjadi Letnan Jenderal Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Benar-benar sebuah jabatan strategis yang dapat mengambil alih negeri ini jika berada dalam kondisi genting. Ini bukan sebuah puncak karir Prabowo, karena ini lebih tepat disebut eksekusi karir yang akhirnya ia alami pada Mei 1998.
Prabowo ditamatkan karirnya oleh Panglima ABRI Wiranto dan Presiden Habibie atas kesalahan yang hingga kini masih menjadi misteri. Jika ia dituduh ingin melakukan kudeta, nyatanya ia tak pernah berpikir untuk menggunakan kesempatan itu meski ia sangat mampu melakukannya. Jika ia dituduh sebagai dalang ‘penculikan’ terhadap sejumlah aktivis, nyatanya itu bukan penculikan, melainkan penangkapan para aktivis peledak bom. Jika Prabowo dituntut untuk bertanggung jawab terhadap penangkapan aktivis peledak bom yang dilakukan anggota Kopassus, nyatanya Prabowo saat itu adalah Panglima Kostrad, dan bukan lagi Danjen Kopassus.
Lebih dari itu semua adalah kenyataan di manapun negara di dunia akan melakukan penangkapan dan penyidikan intensif terhadap mereka yang telah melakukan aksi subversif. Bahkan hal tersebut juga dilakukan di negara-negara besar dengan cara yang jauh lebih buruk. Di negeri ini, aparat dapat leluasa memperlakukan seorang pencuri ayam semaunya tanpa ada LSM yang berteriak HAM.
Keganjilan yang semakin menguatkan indikasi bahwa sebenarnya pemberhentian Prabowo di militer merupakan skenario dari konspirasi besar yang telah direncanakan sebelumnya. Pemecatan Letnan Jenderal Prabowo yang tidak sah, dan sesungguhnya pemecatan itu tak pernah ada, karena pemecatan tersebut adalah prematur.
Prabowo hingga kini masih tetap sebagai prajurit ABRI tanpa pernah ada kronologis pemecatan dan justru seharusnya negara yang memberikan penghargaan setinggi-tingginya. Prabowo Subianto sesungguhnya adalah bukan seorang Letnan Jenderal, melainkan seorang Jenderal..!!
No comments:
Post a Comment