Sunday, July 30, 2017

Letnan Jenderal Prabowo Dimata Zeng Wei Jian


Salah satu korban konspirasi fitnah akbar di negeri ini adalah Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto (08). Saatnya, kebenaran disuarakan. Stigmatisasi hitam adalah jahat.

Letnan Jenderal Prabowo adalah putera Prof Sumitro dan Dora Sigar. Keluarga pejuang. Kakeknya, Margono Djojohadikusumo (PNI) adalah pendiri Bank Negara Indonesia dan anggota BPUPKI. Thus, Prabowo adalah cucu salah seorang pendiri republik (founding fathers).

Panglima Kostrad (22) dan Danjen Kopassus (15) ini punya paman bernama Subianto dan Suyono Djojohadikusumo. Keduanya gugur dalam Peristiwa Daan Mogot (Pertempuran Lengkong), tanggal 25 Januari 1946. Mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tangerang. Subianto Djojohadikusumo masuk golongan pemuda bersama Sukarni, Iwa Kusumasumantri, Chaerul Saleh, Wikana dan sebagainya. Mereka mendesak Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan.

Prof Sumitro menamakan adik lelaki Bintianingsih dan Mayrani Ekowati dengan nama "Subianto". Jadilah dia "Prabowo Subianto".

Jauh sebelum namanya dihitamkan terlibat Mei 1998, Prabowo pernah sekolah di London tahun 1966-1968. Dia lulus The American School.

Studinya dilanjutkan di Akademi Militer Magelang dan lulus tahun 1974. Seangkatan dengan Jenderal Ryamizard Ryacudu dan Soesilo Bambang Yudhoyono.

Tahun 1976, di usia 26 tahun, Letnan Satu Prabowo jadi komandan Grup 1 Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha). Dia komandan termuda di Unit Komando Nanggala. Misinya, tangkap PM Fretilin Nicolau dos Reis Lobato. Dalam baku tembak, pasukan Prabowo menembak perut Nicolau.

Sebelum sukses dalam Operasi Mapenduma membebaskan 11 orang researchers yang disandera OPM, Prabowo ikut pendidikan Advanced Infantry Officers di Fort Benning (1985).

Ada dua contoh alasan mengapa black campaign dan character assasination terhadap Prabowo Subianto jadi tidak relevan.

Pertama, dahulu Prabowo Subianto berperang melawan Panglima GAM, Muzakkir Manaf. Dalam Operasi Jaring Merah (awal 1990-an sampai 22 Agustus 1998).

Anehnya, tahun 2013 Muzakkir Manaf jadi Ketua Dewan Penasihat DPD Partai Gerindra Aceh. Gerindra adalah partai politik yang dibentuk Prabowo Subianto pada tanggal 6 Februari 2008.

Selain Muzakkir Manaf, sejumlah petinggi GAM juga masuk Partai Gerindra. Misalnya, Wakil Panglima GAM Kamarudin Abu Bakar (Abu Razak), Darwis Jeunib, Sarjani Abdullah, Ayub bin Abbas, dan Zulkarnaini Hamzah.

Abu Razak adalah generasi ketiga keluarga besar Brigjen Syamaun Gaharu (Pangdam Iskandar Muda 1956-1960).

Di tahun 1988, Abu Razak ikut latihan militer di camp Tajura Tripoli Libya. Pernah jadi pengawal Moamar Khadafi. Setelah kembali ke Aceh, di tahun 1998, dia jadi Panglima Pidie.

Saat Muzakkir Manaf menggantikan Abdullah Syafi'i sebagai Panglima GAM, Abu Razak menjadi Wakil Panglimanya.

Tidak ada jenderal lain selain Prabowo Subianto yang bisa menciptakan fenomena macam begini.

Alasan kedua, selain akrab dengan eks musuh GAM, Prabowo Subianto disebut-sebut sebagai penculik aktivis pro demokrasi. Anehnya, semua aktivis yang pernah ditangkap pasukan Prabowo dilepas dan hidup. Dua di antaranya malah jadi Pengurus DPP Partai Gerindra dan Anggota DPR-RI yaitu Desmon Junaidi Mahesa dan Pius Lustrilanang (Sekjen Aldera).

Seputar Peristiwa Mei 98, saya sependapat dengan mantan prajurit Kopassus, Kolonel Ruby. Prabowo Subianto tidak terlibat.

Kesimpulan dan rekomendasi TGPF beranggota 18 orang (Marzuki Darusman, Asmara Nababan, Said Aqil Siradj dan sebagainya) menggambarkan "seolah-olah pertemuan Makostrad adalah pertemuan rahasia merancang kerusuhan (Mei 98)". Pangkostrad saat itu adalah Letnan Jenderal Prabowo Subianto.

Saya sepakat dengan Fadli Zon yang mengatakan bahwa "laporan (TGPF) tersebut tidak berdasar pada fakta dan punya pretensi mencemarkan nama baik" (Prabowo Subianto).

Alasan saya sederhana saja. Pertemuan di markas pasukan dasar tempur milik TNI-AD itu berlangsung tanggal 14 Mei pukul 9 malam. Dihadiri antara lain Adnan Buyung Nasution, WS Rendra, Bambang Widjojanto, Setiawan Djodi, Ruhut Sitompul, Fahmi Idris dan sebagainya.

Sedangkan kerusuhan sudah pecah tanggal 13 Mei 1998. Bagaimana mungkin merancang sebuah kerusuhan dilakukan sehari setelah kerusuhan itu sendiri sudah meletus?

Penulis adalah aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KOMTAK).

Sumber : [opinibangsa.id / rmol]

No comments:

Post a Comment