Pasca Soekarno sebenarnya Indonesia berada dalam gengaman Barat dimana AS sebagai shareholders utamanya. Dari seluruh Presiden RI hanya Soekarmo yang meyakini dan menginginkan Indonesia hidup berdiri di atas kaki sendiri (BERDIKARI) terbukti dia menolak jebakan hutang IMF dan menasionalisasi semua perusahaan multi nasional seperti Stanvac dan Caltex.
Sejak era Soeharto sampe era SBY Selama 50 tahun AS nyaman menyedot kekayaan alam Indonesia nyaris tanpa gangguan dari pihak manapun. Pasca perang dingin, dunia mengalami relaxasi dan kontraksi politik dimana sebelumnya terdiri dari dua blok yaitu komunis (Uni Soviet) dan liberalis (AS), perlahan berubah menjadi blok BARAT, ISLAM, dan CHINA. Di era perang dingin AS menjadikan Islam sebagai sekutunya melawan komunis namun pasca perang dingin justru Islam babak belur habis habisan di hajar oleh AS.
Tidak berlebihan jika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo pernah menyampaikan tentang oil peak theory karena sebetulnya dari semua ideologi apapun yang menjadi dasar imperialisme adalah penguasaan sumber daya alam. Contohnya slogan renaisance gold, glory, gospel yang utama adalah gold baru gospel.
China yang di era perang dingin sempat mengalami bencana kelaparan (sekitar 40 juta orang tewas) padà tahun 1958 s/d 1960-an kini bangkit menggantikan Uni Soviet menantang AS. Dan tentu saja Indonesia adalah ladang utama yang harus di rebut dari AS. Indonesia kini masuk dalam pusaran pertarungan Barat dan China dimana Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah serta berpenduduk mayoritas Islam.
AS sebetulnya sudah hampir kehilangan kendali terhadap Indonesia ketika gagal menempatkan capresnya bertarung dalam pilpres 2014. Prabowo tidak mungkin mereka dekati karena terlalu kental ke arah Islam sementara Jokowi kemungkinan merupakan proxy China. Artinya satu langkah lagi Indonesia akan beralih tuan dari AS ke China. Apakah AS diam saja melihat lumbung padinya di ambil China ?? Tentu tidak !!! Di sinilah peran Harry Tanoe sebagai proxy terbuka AS mencoba memainkan perannya.
China sebenarnya sudah sangat percaya diri menguasai Indonesia, karena pengusaha Indonesia keturunan china lebih pro ke tanah leluhurnya, segala bukit strategis sudah mereka kuasai mulai dari media sampe ke sendi sendi hukum dan politik. Saking percaya dirinya mereka, sampai-sampai Ahok merasa tidak perlu lagi berbaik baik lagi dengan kelompok pribumi mayoritas. Dan... kemudian terjadilah insiden itu.....
Ahok sebetulnya bukan pemeran utama dalam perang ini dia hanyalah wayang dari taipan naga, sementara taipan naga adalah proxy China, namun ahok merasa ge er seolah olah dia yang mempunyai kekuatan.
Ucapan Ahok itu tentu merupakan insiden lidah yang tidak di rencanakan meski itu menunjukan alam bawah sadarnya yang membenci kaum Muslimin. Tetapi reaksinya di luar perkiraan mereka karena ternyata masih sangat banyak kaum Muslimin yang masih merasà memiliki agamanya di tengah terjangan sekulerisasi dan disinformasi yang di lakukan media mereka.
Di tengah gejolak ini Hari Tanoe selaku proxy barat mencoba mengail di air keruh. Dengan wajah yang berbeda dari Ahok dia mencoba melakukan pendekatan pada kaum muslimin
Sebagai muslim tentu kita tetap akan menjadikan Ahok bersalah karena penistaan agama yang dilakukannya namun seyogyanya tetap memandang koridor yang lebih luas karena kalau umat Islam di Indonesia tidak memainkan perannya dengan benar maka akan seperti pelanduk yang mati di tengah tengah dua gajah yang bertarung. Mau Ahok atau Hari Tanoe semuanya sama sama proxy dari imperialis asing dan aseng yang memperebutkan daerah jajahan. Mereka hanyalah puncak dari sebuah gunung es.
Pemahaman peta ini akan membuat kita semakin waspada dan menyadari siapa musuh umat Islam yang sebenarnya. Dan semoga umat Islam di Indonesia bisa menari diatas irama gendang yang diciptakannya sendiri bukan menari diatas irama gendang orang lain. Tidak berlebihan pula kalau Panglima TNI pernah menyatakan bahwa Umat Islam di Indonesia adalah benteng terakhir NKRI.
No comments:
Post a Comment