Saturday, December 17, 2016

TATKALA AKU MATI


(Jalaluddin Rumi)


Tatkala aku mati, tatkala kerandaku didekatkan,
jangan mengira aku akan merindui dunia ini.
Tak perlu meratapi kepergianku.
Aku tidak tersuruk ke dalam kegelapan.

Tatkala jasadku dipandu, jangan tangisi kepergianku.
Aku tidak pergi, aku tengah tiba pada cinta abadi.
Tatkala kau tinggalkan pusaraku, jangan ucapkan selamat jalan.
Pusara hanyalah selubung yang menirai taman surga.
Kau hanya akan melihat jasadku tenggelam ke liang kubur,
kini saksikan aku terbit bersinar.
Bagaimana bisa hidupku berakhir di kuburan?

Tatkala matahari dan rembulan terbenam,
kau seperti melihat akhir perjalanan.
Dalam pandanganmu matahari dan rembulan terbenam,
sementara di tempat lain keduanya terbit bersinar.

Tatkala tanah menguburmu, itulah saatnya jiwamu dibebaskan.
Tidakkah sebutir benih yang ditanam di dalam tanah
bakal memunculkan tunas hidup baru?
Kenapa kau ragu pada terbitnya benih bernama manusia?

Tatkala kematian menutup mulutmu,
kata-kata dan jiwamu akan kembali
pada dunia tanpa ruang dan waktu.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Maulana Jalaluddin Rumi meninggal pada 17 Desember 1273 di Konya, Turki. Hari kematiannya dikenal sebagai Sheb-i Arus, bermakna ''Malam Pernikahan”. Setiap tahun di Konya, tanggal 17 Desember dirayakan sebagai malam ketika Rumi bersatu kembali dengan Kekasihnya.

Puisi berbahasa Persia tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Nader Khalili, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Inggris oleh Shalahuddin Gh.

No comments:

Post a Comment